Operasi Hidrosefalus Pada Bayi : Metode – Risiko dan Biaya

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Hidrosefalus merupakan salah satu bentuk kelainan kongenital pada bayi sejak dilahirkan. Kondisi ini ditandai adanya akumulasi cairan (serebrospinal) dalam ventrikel sehingga kepala penderita tampak membesar. Sebenarnya cairan yang diproduksi oleh jaringan pleksus koroideus ini tidaklah berbahaya. Normalnya otak memproduksi cairan serebrospinal sebanyak 500 cc perharinya. Kandungan dalam cairan serebrospinal terdiri dari 99% air dan sisanya 1 % yakni kombinasi senyawa glukosa, protein, enzim, elektrolit, leukosit dan antibakteri.

Cairan Serebrospinal memiliki manfaat bagi otak manusia. Diantaranya yakni berperan sebagai bantanlan untuk meminimalisir risiko cedera pada otak, membantu proses pembuangan limbah sisa metabolisme, dan menyalurkan nutrisi ke otak. Setiap 6-8 jam sekali, cairan ini akan diserap oleh pembuluh darah dan dikeluarkan oleh tubuh. Kemudian digantikan dengan produksi yang baru. Begitu seterusnya.

Namun untuk beberapa kondisi, cairan serebrospinal sulit dikeluarkan oleh tubuh. Hal ini menyebabkan penumpukan dalam rongga otak sehingga muncullah kelainan hidroselafus. Beberapa faktor penyebab hidrosefalus yaitu adanya inflamasi pada otak, kelainan sistem saraf, cedera otak, pendarahan dalam otak serta adanya infeksi pada janin.

Baca juga:

Risiko Hidrosefalus pada Bayi

Kondisi hidrosefalus pada bayi yang tidak segera ditangani dapat memicu beragam risiko, diantaranya gagguan organ pengelihatan, penurunan kecerdasan, gangguan sensorik, gangguan pada koordinasi dan keseimbangan, keterbelakang mental hingga kematian. Maka itu, hidrosefalus harus cepat diatasi.

Baca juga: Penyebab Kelainan Kongenital Non Genetik , Kelainan Jantung pada Bayi Baru Lahir

Pengobatan Hidrosefalus

Penyakit hidrosefalus pada bayi umumnya diobati dengan metode operasi. Namun sebelumnya, dokter akan melakukan beberapa tahap pemeriksaan untuk mendiagnosis secara pasti terkait penyakit pasien. Pemeriksaan tersebut dimulai dari mengamati gejala fisik, seperti kemampuan syaraf sensoriknya. Bagaimana bayi tersebut melihat, mengoceh, menyentuh dan mendengar. Lalu fungsi otot-ototnya juga diteliti, serta keseimbangan tubuh bayi.

Jika pemeriksaan fisik selesai. Dokter akan melanjutkan dengan mendiagnosis hidrosefalus lewat foto otak. Umumnya alat yang digunakan yakni USG, Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computed Tomography (CT) scan. Apabila bayi telah positif mengidap hidrosefalus, selanjutnya adalah tindakan operasi untuk menyerap kelebihan cairan dalam otak.

Baca juga:

Macam-Macam Operasi Hidroselafus

Terdapat dua macam metode operasi hidroselafus yang paling sering digunakan, yaitu:

  1. Operasi Pemasangan Shunt (Ventriculoperitoneal Shunt – VP Shunt)

Metode operasi paling umum untuk mengatasi pasien hidrosefalus yakni operasi pemasangan shunt atau dikenal juga sebagai Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt). Tujuan dilakukan operasi ini adalah untuk mengurangi volume cairan di otak, namun tidak mampu menyembuhkan kerusakan yang telah terjadi. Maka itu, VP shunt cenderung disarankan untuk dilakukan saat bayi berusia kurang dari 4 bulan. Tujuannya untuk menghindari risiko-risiko komplikasi yang lebih parah.

VP shunt atau dikenal shunting merupakan metode pemasangan selang khusus yang menghubungkan bagian otak (ventrikel lateral) dengan rongga perut (peritonel). Selain itu, juga akan dipasang pompa di kulit belakang kepala. Sehingga nantinya kelebihan cairan serebrospinal dalam otak dapat dipompa dan diserap secara mudah oleh pembuluh darah dan dialirkan ke bagian perut.

Umumnya selang dan pompa akan dibiarkan tertanam dalam otak pasien seumur hidup. Namun ada kemungkinan si anak harus menjalani operasi lagi untuk pergantian shunt apabila ada gangguan pada alatnya (misalnya tersumbat). Namun hal ini jarang dilakukan mengingat tingginya risiko operasi otak pada usia dewasa.

Baca juga: Tanda-tanda KeguguranMakanan yang Baik Untuk Otak janin dalam kandungan

  • Cara kerja Operasi Pemasangan Shunt (VP Shunt)

Sebelum menjalani operasi pemasangan shunt, pertama pasien akan diberikan bius total terlebih dahulu. Kemudian dokter akan memberikan obat-obatan terlebih dahulu atau prosedur lain untuk pengeringan cairan otak. Setelah semua alat-ala siap, barulah dokter memulai tindakan pembedahan.

Untuk langkah awal, biasanya dokter akan mencukur sedikit rambut di kepala. Lalu dibuat lubang di tengkorak otak untuk memasukkan selang kateter ke dalam ventrikel lateral. Kemudian, sayatan kedua dibuat di area kulit bawah telinga. Dokter akan menyisipkan selang kateter kembali, namun selang ini dimasukkan hingga ke dalam tubuh mencapai rongga perut.

Terakhir, dokter akan memasukkan alat pompa yang memiliki katub di bawah kulit kepala dekat telinga. Pompa ini terhubung pada selang kateter. Sehingga apabila volume cairan naik, maka otomatis katub pompa terbuka dan mengalirkan cairan tersebut menuju kateter. Nantinya kateter akan mengeluarkannya ke area rongga perut. Setelah operasi selesai, biasanya dokter akan memberikan obat-obatan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi akibat penanaman shunt dalam otak. Jika sistem imun bayi kuat, maka proses penyembuhannya tidak akan lama. Berkisar 7 hari.

Baca juga:

  1. Operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy)

Operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy) memang belum terlalu umum di kalangan masyarakat. Metode ini pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 2005. Berbeda dengan metode pemasangan shunt, ETV sama sekali tidak melibatkan alat apapun.

Jadi ETV ini khusus dilakukan untuk pasien hidrosefalus tipe obstruktif. Yakni hidrosefalus yang disebabkan adanya penyumbatan pada ventrikel otak, sehingga menyebabkan aliran cairan selebrospinal terganggu dan mengalami ketidakseimbangan. Lama-kelamaan cairan menumpuk dan memicu terjadinya hidrosefalus.

Nah, pada kondisi tersebut dokter dapat melakukan operasi ETV untuk mengatasi penyumbatan tersebut. Caranya dengan membuat lubang pada bagian rongga tengah otak (ventrikel ketiga). Sehingga nantinya cairan serebrospinal dapat disalurkan kembali ke lapisan subarachnoid (tempat penyerapan cairan otak).

Baca juga: Gejala adanya kista di rahimHamil dengan kista dan miomCara menjaga kehamilan mudaKomplikasi kehamilan

  • Cara kerja Operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy)

Operasi ini diawali dengan pemberian bius total untuk pasien. Kemudian dokter akan membuat sayatan di tengkorang kepala, lalu memasukkan alat endoskop (yaitu tabung yang memili kamera dan senter) dan dihubungkan dengan komputer.

Bagian-bagian otak akan terlihat di komputer. Dokter lalu mulai melakukan pembuatan lubang di bagian ventrikel ketiga. Setelah selesai, endoskop diambil dan kulit kepala dijahit kembali. Tujuannya operasi ini untuk mengatasi penyumbatan pada ventrikel sehingga aliran serebrospinal bisa kembali normal. Operasi ini tidak cocok dilakukan untuk kasus hidrosefalus komunikans. Yaitu hidrosefalus yang dipicu pendarahan, infeksi, meningitis (radang selaput otak) dan lain-lain yang tidak ada hubungannya dengan penyumbatan.

Informasi bayi prematur:

Risiko Operasi Hidrosefalus

Setiap tindakan medis tentunya selalu memiliki risiko. Begitupun dengan operasi hidrosefalus. Komplikasi dan risiko dapat terjadi dikarenakan kondisi fisik pesien yang lemah, human eror, faktor alat, atau mungkin pasien mengidap gangguan kesehatan tertentu misalnya gangguan sistem imun.

  1. Risiko Operasi Pemasangan Shunt (Ventriculoperitoneal Shunt)

Terdapat beberapa risiko yang mungkin dialami pasien operasi VP shunt, diantaranya yaitu:

  • Infeksi terhadap benda asing (tubuh merespon negatif terhadap implan shunt dalam otak). Biasanya pasien akan menunjukkan gejala-gejala tak wajar, seperti rewel, demam, mudah mengantuk dan mual.
  • Penempatan shunt yang berubah posisi, hal ini menyebabkan gangguan aliran cairan serebrospinal di otak
  • Penyumbatan pada alat shunt
  • Perubahan tekanan darah
  • Ganggaun pernafasan
  • Komplikasi abdomen
  • Bayi kejang
  • Kenaikan denyut jantung
  • Kerusakan jaringan pada otak
  • Inflamasi pada otak
  • Penggumpalan darah
  • Pendarahan pada otak, umumnya kondisi ini dipicu oleh adanya penyumbatan shunt di otak yang tidak terdeteksi

Untuk bayi yang mengalami infeksi setelah proses operasi, biasanya ia akan menunjukkan gejala-gejala tertentu seperti rewel, mudah mengantuk, mual, dan demam. Dokter akan mengatasinya dengan pemberian obat antibiotik untuk mencegah komplikasi yang lebih parah. Sedangkan apabila selang terdeteksi mengalami penyumbatan maka langkah yang harus ditempuh yakni operasi penggantian shunt.

Baca juga: penyakit mata pada bayi – penyebab mata juling pada bayi– Penyebab Anak Autis

  1. Risiko Operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy)

Jika dikaji dari sisi medis, risiko yang ditimbulkan oleh operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy) lebih kecil dibandingkan operasi Pemasangan Shunt (Ventriculoperitoneal Shunt).  Namun untuk kondisi tertentu, pasien bisa saja mengalami komplikasi berupa:

  • Infeksi pada otak
  • Pendarahan dalam otak
  • Lubang di ventrikel menutup kembali
  • Kerusakan pada pembuluh atau selaput di otak
  • Penyerapan cairan selebrospinal mengalami gangguan kembali akibat lubang yang tak berfungsi atau mungkin menyempit

Biaya Operasi Hidrosefalus

Biaya operasi hidresefalus tentunya bervariasi untuk setiap rumah sakit dan bergantung juga pada tingkat keparahan kondisi pasien. Untuk operasi pemasangan shunt (Ventriculoperitoneal Shunt) biasanya berkisar Rp.10.000.000-Rp.30.000.000. Sedangkan operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy) biasanya lebih murah, berkisar Rp.15.000.000 namun juga bisa lebih atau kurang. Akan lebih baik jika Anda mendaftar BPJS untuk memperoleh biaya yang lebih ringan.

Informasi gangguan kesehatan bayi:

Demikianlah penjelasan mengenai operasi hidrosefalus pada bayi. Semoga bermanfaat dan dapat membantu.

fbWhatsappTwitterLinkedIn