Kehamilan ektopik terganggu (KET) merupakan suatu komplikasi kehamilan dimana sel telur yang dibuahi dan tidak bisa menempel pada jaringan yang semestinya. Kehamilan semestinya berada di dinding rahim, embrio menempel pada dinding rahim. Kehamilan ektopik bukanlah kehamilan yang normal dikarenakan kehamilan itu tidak bisa berkembang sebab berada di tempat yang bukan sebagaimana mestinya. Kehamilan ektopik terganggu […]
Category: Kehamilan Ektopik
Pada kehamilan normal, sel telur yang dilepaskan dari ovarium selanjutnya akan bertemu sperma pada saluran telur atau tuba falopi. Kemudian apabila sel telur sudah dibuahi, akan berpindah ke uterus dan menempel di dinding Rahim tersebut dan tumbuh hingga 9 bulan selanjutnya. Pada beberapa kehamilan terdapat kelainan yang bernama kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik). Kehamilan ektopik memang terdengar sangat berbahaya, dan memang begitu adanya.
Kehamilan ektopik juga dikenal dengan istilah kehamilan di luar kandungan. Alasannya cukup masuk akal yakni karena pada kasus kehamilan ektopik, sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma tidak berkembang di dalam rahim melainkan tetap berada di saluran telur (tuba falop)i. Jika sel telur yang sudah dibuahi tetap berada pada saluran tersebut, saluran telur tersebut dapat pecah seiring berkembangnya sel telur tersebut menjadi janin. Kehamilan ektopik dapat menimpa 1 dari 50 kehamilan.
Penyebab
Penyebab kehamilan ektopik pada satu wanita dan wanita lainnya dapat berbeda. Bahkan pada seorang wanita yang mengalami kehamilan ektopik bisa terjadi oleh adanya satu bahkan lebih dari satu faktor penyebab kehamilan ektopik. Beberapa penyebab kehamilan ektopik, yaitu:
- Infeksi atau inflamasi yang terjadi di saluran telur atau yang disebut dengan tuba falopi sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran tersebut.
- Penggunaan alat kontrasepsi.
- Riwayat penyakit atau inflamasi yang terjadi pada bagian pelvis.
- Bekas luka pada jaringan akibat infeksi atau operasi yang terjadi pada tuba falopi bisa menghalangi pergerakan sel telur.
- Prosedur operasi yang pernah dilakukan di area pelvis bisa menyebabkan pelengketan pada saluran tersebut.
- Ketidaknormalan bawaan lahir yang terjadi pada tuba falopi.
- Ada riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
- Terjadinya penyakit seksual yang menular seperti gonorrhea.
- Operasi sterilisasi atau ligase yang kurang berhasil sehingga dapat menimbulkan efek penyumbatan pada saluran telur.
- Penggunaan obat – obatan penyubur.
- Melakukan treatment untuk mengurangi atau menghilangkan kesuburan seperti in vitro fertilization.
Gejala
Setelah mengetahui penyebab terjadinya kehamilan ektopik, untuk membuat anda lebih waspada lagi, anda juga harus mengetahui gejala terjadinya kehamilan ektopik. Sehingga nantinya bisa dilakukan penangan dengan segera sebelum janin tumbuh lebih besar. Berikut gejala – gejala yang terjadi pada seorang wanita yang mengalami hamil di luar kandungan atau kehamilan ektopik:
- Kram pada bagian bawah yang menimbulkan rasa sakit yang sangat tajam.
- Sakit yang sangat pada bagian leher, bahu dan atau anus.
- Sakit pada salah satu bagian tubuh.
- Rasa pusing dan rasa lemah yang sering terjadi.
- Sakit pada perut bagian bawah.
- Rasa mual dan muntah yang disertai dengan rasa sakit.
- Pendarahan ringan pada vagina.
- Pendarahan berat juga dapat terjadi jika tuba falopi atau saluran telur pecah yang dapat juga mengakibatkan pingsan.
Diagnosa
Jika mulai merasakan gejala-gejala kehamilan ektopik, segera konsultasikan ke dokter agar dapat segera mendapatkan penanganan medis jika memang benar mengalami kehamilan ektopik. Adapun cara untuk mendiagnosa seorang wanita mengalami kehamilan ektopik atau tidak adalah sebagai berikut:
- Tes kehamilan
Untuk \mengetahui apakah benar-benar mengalami kehamilan ektopik, selanjutnya dokter akan menganjurkan untuk menjalani tes kehamilan sebagai langkah pertama untuk mendiagnosa kehamilan ektopik.
- Pemeriksaan area pelvis
Pemeriksaan area pelvis ditujukan untuk melihat apakah ada ketidaknormalan pada kehamilan anda atau tidak.
- Tes menggunakan ultrasound
Tes ultrasound ini dilakukan untuk melihat apa yang terjadi pada saluran telur atau tuba falopi dan juga untuk mendeteksi jika ada ketidaknormalan pada bagian uterus. Tes ultrasound juga digunakan untuk melihat apakah fetus atau janin tumbuh di tempat yang benar atau tidak.
- Pemeriksaan hormone hCG
Tes atau pemeriksaan hormone hCG juga sangat penting. Hormon hCG atau human chorionic gonadotropin adalah sebuah hormone yang hanya diproduksi saat seorang wanita hamil. Tingkat hormone hCG yang rendah juga bisa menjadi indikasi bahwa kehamilan adalah kehamilan ektopik.
- Pengecekan hormone progesterone
Pengecekan hormone progesterone juga dapat dilakukan untuk mendiagnosa apakah seorang wanita mengalami kehamilan yang normal atau tidak. Apabila ketika seorang wanita yang sedang hamil memiliki tingkat hormone progesterone rendah, maka bisa diindikasi bahwa ada yang tidak normal pada kehamilannya.
- Culdocentesis
Culdocentesis merupakan sebuah prosedur medis yang dilakukan sebagai salah satu cara untuk mendiagnosa terjadinya kehamilan ektopik. Saat dilaksanakannya prosedur ini, dokter akan memasukan sebuah jarum ke bagian atas vagina, tepatnya di belakang uterus, dan di depan rectum atau anus. Jarum tersebut digunakan untuk mengambil sampel darah yang dapat menjadi indikasi adanya pendarahan dari pecahnya tuba falopi.
Pengobatan
Jika dokter sudah mendiagnosa kehamilan ektopik ini, beberapa prosedur akan dilakukan sebagai upaya pengobatan. Berikut ini penjelasannya:
- Prosedur operasi
Pemeriksaan tuba falopi dilakukan untuk melihat pecah atau tidaknya tuba falopi, yang akan menentukan langkah tindakan selanjutnya. Jika tuba falopi sudah terdampak dan pecah, operasi yang dilakukan akan ditujukan untuk mengangkat embrio atau janin.
Selain itu tuba falopi dan ovarium yang sudah rusak juga akan ikut diangkat. Operasi bedah juga dilakukan untuk menghentikan pendarahan yang terjadi.
- Pembedahan laparoscopic
Pembedahan laparoscopic dilakukan jika tuba falopi belum pecah atau belum rusak. Prosedur semacam ini akan mengharuskan pengangkatan embrio dan setelah itu tuba falopi yang sudah rusak akan diperbaiki melalui pembedahan laparoscopic ini.
- Pemberian Methotrexate
Methotrexate diberikan untuk menghambat pertumbuhan sel janin sehingga tuba falopi bisa terhindar dari kerusakan. Selain itu, methotrexate juga bisa memungkinkan tubuh untuk menyerap jaringan kehamilan agar pertumbuhan embrio bisa terhenti dan tuba falopi pun tidak terkena imbasnya.
- Pemberian obat
Jika usia kehamilan belum begitu lama serta tuba falopi pun belum rusak, pemberian obat memungkinkan untuk menghentikan pertumbuhan embrio.
- Tes darah
Tes darah sebagai upaya pengobatan kehamilan ektopik bisa dilakukan setelah melakukan prosedur operasi atau pembedahan. Tes darah dilakukan untuk mengetahui apakan saluran telur sudah benar-benar di ambil dan tidak mengalami infeksi atau pendarahan lanjutan.
Satu hal yang perlu diingat adalah, infeksi yang terjadi di dalam tuba falopi atau di area pelvis bukanlah merupakan faktor penyebab terjadinya kehamilan ektopik. Jika infeksi terjadi pada saluran telur atau pada area pelvis, yang harus diwaspadai adalah bekas luka dari infeksi tersebut. Upaya pengobatannya pun harus benar – benar- diawasi karena takutnya akan meninggalkan luka yang dapat menjadi penyebab tersumbatnya saluran telur atau tuba falopi yang selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
Pencegahan
Jika tidak ingin mengalami kehamilan ektopik, mulai dari sekarang perlu melakukan hal-hal berikut ini sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan ektopik :
- Hindari melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan karena dapat menularkan penyakit seksual.
- Jaga kebersihan alat reproduksi untuk menghindari terjadinya infeksi atau inflamasi pada area pelvis.
- Jika seorang perokok, berhentilah mulai sekarang juga jika sedang berencana memiliki keturunan. Berhenti merokok dapat mengurangi resiko terjadinya ketidaknormalan pada janin serta kehamilan.
- Berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter sebelum merencanakan kehamilan.
Faktor Resiko
Ada beberapa wanita yang memiliki resiko tinggi mengalami kehamilan ektopik. Tidak hanya perlu mewaspadai, wanita yang masuk kategori di bawah ini ada baiknya melakukan konsultasi diri ke dokter sebelum merencanakan kehamilan. Berikut ini kategori wanita yang beresiko tinggi mengalami kehamilan ektopik:
- Memiliki riwayat kehamilan ektopik pada kehamilan sebelumnya.
- Pernah menjalani operasi pelvis atau perut.
- Hamil di usia 35 tahun hingga 44 tahun.
- Pernah menjalani aborsi
- Menderita penyakit inflamasi pelvis
- Pernah menjalani prosedur treatment kesuburan
- Mengkonsumi obat – obat untuk treatment kesuburan
- Wanita perokok
- Menderita endometriosis
Selain mengacu pada berbagai gejala kehamilan ektopik yang mungkin bisa dialami seorang wanita saat ia hamil, kriteria di atas juga dapat menjadi acuan bagi wanita untuk mewaspadai dan mengkonsultasikan terlebih dahulu pada dokter sebelum ia merencanakan untuk hamil. Karena harus diingat, bagi wanita yang memiliki kriteria yang sudah disebutkan di atas, ini berarti ia memiliki resiko tinggi mengalami kehamilan ektopik atau hamil di luar rahim.
Apakah seorang dengan riwayat kehamilan ektopik bisa hamil kembali dengan normal?
Ya, tentu saja. Ada anggapan yang berkembang di masyarakat jika seorang wanita yang sebelumnya mengalami kehamilan ektopik maka ia tidak bisa mengalami kehamilan normal, bahkan ia tidak dapat hamil lagi. Dan, ternyata anggapan tersebut adalah salah.
Walaupun seorang wanita pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya dan pernah menjalani prosedur pengangkatan tuba falopi atau saluran telur, ia tetap bisa hamil bahkan dengan normal asalkan satu saluran telur lainnya tetap berfungsi dengan normal. Maka ia masih memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk hamil dan memiliki seorang anak.
Apakah kehamilan ektopik bisa kembali lagi??
Kehamilan ektopik bisa terjadi karena penyakit menular, namun jika yang dialami oleh penyakit seksual yang menular namun yang tergolong dapat disembuhkan, maka pertama-tama anda harus memastikan apakah benar-benar sudah sembuh total dari penyakit tersebut jika ingin hamil normal.
Apakah ada jangka waktu untuk hamil kembali, setelah mengalami kehamilan ektopik?
Jika telah mengalami kehamilan ektopik, akan ada jeda waktu yang diberikan atau disarankan dokter sebelum hamil kembali. Karena jeda waktu ini adalah ditujukan untuk masa pemulihan fisik dan mental anda sebelum hamil kembali. Biasanya dokter akan menyarankan waktu tiga hingga enam bulan sebagai masa pemulihan.
Pada selang waktu tersebut, pasien belum boleh hamil kembali karena resikonya akan tinggi baik itu akan mengganggu kesehatan atau bahkan bisa mengalami kehamilan ektopik kembali. Pada setiap kasus kehamilan ektopik, kemungkinan dokter akan menganjurkan masa pemulihan yang berbeda. Jadi, tidak perlu khawatir untuk tidak dapat hamil kembali.