Apakah Vaksin Penyebab Autis pada Bayi dan Anak?

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Berbagai jenis – jenis autis memang membuat banyak orang tua merasa sangat khawatir. Kemudian orang tua mulai berpikir jika autis disebabkan oleh berbagai jenis obat yang masuk ke dalam tubuh anak sejak bayi. Termasuk jika bayi mendapatkan vaksin atau imunisasi yang lengkap. Vaksin dibuat dengan tujuan untuk membuat tubuh bayi dan anak-anak kebal terhadap berbagai virus atau penyakit yang pernah menjadi wabah dan sangat mudah menular. Bahan obat untuk vaksin dibuat dari strain penyakit tertentu yang sudah dilemahkan. Tapi apakah vaksin penyebab autis pada bayi dan anak? Berikut ini buktinya.

Benar Tidak?

Secara medis sudah dibuktikan bahwa vaksin sangat aman untuk bayi dan anak-anak. Mitos bahwa vaksin penyebab autis pada bayi memang tidak benar dan sangat salah. Selama ini salah satu jenis vaksin yang dianggap sering menyebabkan autis pada bayi adalah vaksin MMR. Berbagai efek bayi yang mendapatkan vaksin MMR ternyata hanya bagian kecil dari efek samping imunisasi MR. Jadi tidak benar jika bayi yang selalu mendapatkan imunisasi akan menderita autis. Saat ini semua orang tua sudah sadar untuk mengikuti jadwal imunisasi untuk anak. Dan ini dianggap sebagai pemicu meningkatnya anak penderita autis. Dan sekarang sudah terbukti bahwa isu ini tidak benar.

Penyebab Autis yang Sebenarnya

  1. Autis dan genetik keluarga

Sebuah penelitian membuktikan bahwa autis sangat berhubungan dengan masalah genetik dalam keluarga. Autis dikembangkan oleh salah satu gen yang dibawa oleh orang tua. Ketika salah satu orang tua membawa gen ini maka kemungkinan besar bisa menjadi penyebab autis. Perubahan genetik ini sudah terjadi sejak menjadi embrio tahap awal sehingga mendorong bayi menjadi autis. Hanya saja adanya gen ini juga hanya meningkatkan resiko besar saja tapi tidak menjadi penyebab autis itu sendiri. Jadi ini juga berbeda dengan penyebab bayi lahir cacat karena masalah genetik.

  1. Faktor resiko lingkungan pemicu autis

Dalam sebuah penelitian juga dibuktikan bahwa autis juga bisa disebabkan oleh pengaruh lingkungan tertentu. Hal ini sangat bergantung pada orang tua ketika sedang hamil atau sebelum hamil. Ada banyak pemicu sebelum kehamilan yang sering tidak disadari. Berikut ini beberapa masalah lingkungan yang meningkatkan resiko autis untuk bayi dan anak.

  • Kehamilan di usia tua. Ada beberapa alasan mengapa dokter melarang kehamilan di usia yang rentan. Usia terbaik untuk hamil antara 25 sampai 35 tahun. Sementara hamil diusia lebih dari 35 tahun bisa menyebabkan autis. Tidak hanya autis karena masih banyak resiko hamil diatas usia 35 tahun.
  • Komplikasi kehamilan. Berbagai macam gangguan kehamilan sejak trimester awal sampai akhir sering menjadi pemicu autis. Misalnya saja masalah kelahiran bayi prematur, bayi lahir dengan berat yang sangat rendah, kehamilan kembar lebih dari 2 bayi, dan adanya pemicu genetik komplikasi kehamilan.
  • Jarak kehamilan yang dekat. Jarak kehamilan yang terlalu dekat juga bisa menyebabkan autis. Misalnya kehamilan ketika masih menyusui atau ketika bayi belum berusia satu tahun. Jadi ini kondisi yang sangat buruk sehingga penting memilih alat kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran.
  1. Vitamin tertentu selama hamil

Mengkonsumsi berbagai jenis vitamin selama hamil secara berlebihan juga akan memicu bayi terkena autis. Ada banyak jenis vitamin yang dibutuhkan selama hamil. Dan biasanya dokter akan memberikan resep yang sesuai dengan kondisi kehamilan itu sendiri. Namun mendapatkan vitamin yang berlebihan justru bisa memberi efek pada gen yang meningkatkan resiko autis untuk bayi saat sudah lahir.

Jadi apakah vaksin penyebab autis pada bayi dan anak? Ternyata masalah ini bahkan sudah dibuktikan dengan penelitian medis. Berbagai jurnal medis internasional menyebutkan jika tidak ada hubungan apapun, antara autis dan vaksin. Bayi dan anak- anak perlu mendapatkan vaksin sehingga tubuh mereka kebal terhadap penyakit.

fbWhatsappTwitterLinkedIn